Monumen Nasional (Monas) merupakan salah satu perwujudan arah pembangunan yang digagas Presiden Soekarno. Dibangun pada era Soekarno, Monas dibuka untuk umum pada era Presiden Soeharto. Saat ini, Monas dikelola oleh Pemda DKI Jakarta.
Pada tahun 60-an, Soekarno mencanangkan dua arah pembangunan, yakni pembangunan mental dan fisik. Pembangunan mental dilakukan melalui pendidikan, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Karena dijajah selama ratusan tahun, mentalitas masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang merdeka perlu dibangun. Sedangkan, pembangunan fisik ditandai dengan kehadiran berbagai bangunan yang merepresentasikan kebesaran sebuah bangsa. Pembangunan fisik tersebut diharapkan memunculkan kebanggaan nasional (Kusno, 2009). Salah satu bangunan tersebut adalah Monumen Nasional (Monas).
Awal Pembangunan MONAS
Baca juga : Badarawuhi: Sosok Misterius yang Menggemparkan Di Desa Penari
Pembangunan tugu Monas dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu tahap pertama (1961-1965), kedua (1966-1968), dan tahap ketiga (1969-1976). Pada tahap pertama pelaksanaan pekerjaannya dibawah pengawasan Panitia Monumen Nasional dan biaya yang digunakan bersumber dari sumbangan masyarakat.
Tahap kedua pekerjaannya masih dilakukan dibawah pengawasan panitia Monas. Hanya saja, biaya pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat c.q Sekertariat Negara RI. Pada tahap kedua ini, pembangunan mengalami kelesuan, karena keterbatasan biaya.
Tahap ketiga pelaksanaan pekerjaan berada dibawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional, dan biaya yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat c.q Direktorat Jenderal Anggaran melalui Repelita dengan menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP).
Total dana yang dikeluarkan untuk pembangunan Monas sejak bulan Agustus 1961 sampai 1965 sebesar 58 miliar rupiah, termasuk pengeluaran devisa 5.773.000 dollar AS. Pada periode 1966–1968, Panitia Monas telah mengeluarkan dana sebesar 59,9 juta rupiah. Untuk periode 1969–1970, dalam ketentuan anggaran Repelita, biaya pembangunan sebesar 83 juta rupiah.
Makna Bangunan Monas
Arsitektur dan dimensi Monas mengandung unsur khas Indonesia. Bagian paling utama adalah tugu yang menjulang tinggi dengan pelataran cawan yang luas mendatar di atasnya.
Tugu merepresentasikan lingga, alu, atau antan. Sedangkan, pelataran cawan merepresentasikan yoni atau lumpang berbentuk raksasa. Antan dan lumpang adalah salah satu alat rumah tangga yang khas di Indonesia. Yoni dan lingga mewakili unsur laki-laki dan perempuan. Lingga berarti phallus (alat kelamin laki-laki), sementara yoni berarti vulva (alat kelamin perempuan). Dalam masyarakat Hindu, lingga-yoni melambangkan kesuburan, suatu dualisme yang menjadikan alam semesta seimbang, yang juga dimaknai sebagai kehidupan (Aryanti, 2007).
Lapangan Merdeka dipilih sebagai lokasi bangunan Tugu Nasional karena berbagai alasan. Lapangan Merdeka berada di tengah-tengah Ibu Kota. Selain itu, lapangan tersebut memiliki luas yang ideal, dikelilingi oleh gedung-gedung penting pemerintah, serta memiliki nilai sejarah.
Kesimpulan
Menomen Nasional terletak persis di Pusat Kota Jakarta. Tugu Monas merupakan tugu kebanggaan bangsa Indonesia, selain itu monas juga menjadi salah satu pusat tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Indonesa baik yang dijakarta maupun di luar Jakarta.